TEOPHANI
ALLAH
MENYERTAI UMATNYA
Pemandangan yang dapat kita lihat saat membaca Kitab PL
ialah, tentang Allah yang kejam dan Allah yang selalu menyertai umat-Nya dengan
cara-cara yang ajaib. Hal-hal yang Allah berikan sebagai bukti bahwa Allah
menyertai umat-Nya ialah seperti tiang awan dan tiang api (menggambarkan
kehadiran Allah yang konsisten di siang dan malam), Kemah Suci (sebagai tempat
bertemu antara Allah dan Musa), dan juga dalam pelayanan yang Musa dan Harun
lakukan. Penyertaan Allah pada Israel di padang gurun adalah salah satu yang
paling dapat kita kenali. Saat itu Allah yang “menghampiri” umat-Nya sehingga
mereka dapat berjalan dan berhenti di tempat-tempat tertentu. Mengapa Allah mau
“repot” melakukan hal seperti itu? Seolah-olah Allah tidak dapat melakukannya
dari kejauhan! Hal itu di karenakan sifat umat-Nya yang “melihat dulu baru
percaya”.
Ternyata penyertaan Allah ini sebagai pembuktian bahwa Allah
yang menciptakan bumi dan isinya (khususnya manusia) tidak membiarkan semua itu
berjalan dengan sendirinya, tetapi juga memeliharanya. Hal berikutnya yang
menjadi bukti penyertaan Allah ialah adanya penyebutan nama Allah dalam
persitiwa Keluaran. Ada beberapa hal yang harus disoroti tentang penyertaan
Allah bagi bangsa Israel di padang gurun.
Yang pertama. Yaitu
tentang padang gurun. Seperti yang kita ketahui sampai sekarang padang gurun
bukanlah tempat yang meng’asyik’kan untuk di singgahi. Singgah saja tidak
apalagi untuk ditempati. Padang gurun juga di samakan dengan luar angkasa,
samudera yang luas dan dalam, dan dunia ‘maut’. Berdasarkan persamaan ini
menunjukkan juga bahwa padang gurun merupakan tempat yang tidak di sukai Allah.
Yang kedua. Kehadiran Allah. Yang sangat aneh memang
terletak pada perlakuan Allah yang sangat spesial, yaitu seperti menganggap
sebagai “anak” kesayangan Tuhan. Dan semakin aneh ialah ketika pengakuan itu
bukan karena “attitude” bangsa Israel yang baik, tapi malah di juluki “bangsa
yang tegar tengkuk”. Dan Allah juga diibaratkan sebagai Gembala yang diharapkan
dapat membawa kawanan dombanya ke tempat yang berair.
Tiang Api
dan Awan, Malaikat dan Tabut
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa Allah tidak
meninggalkan umat-Nya. Ada pernyataan “TUHAN yang ada di tengah-tengah kamu”
(Bil. 11:20; 14:14; 23:21). Tetapi kehadiran itu tidak bisa dijadikan pegangan
satu-satunya. Sebab orang Israel sempat meragukan, “Adakah TUHAN di
tengah-tengah kita atau tidak?” (Kel. 17:7). Dan ada juga peringatan dari Musa,
“TUHAN tidak ada di tengah-tengahmu” (Bil. 14:42). Jika bingung seperti inilah
gambarannya, Allah “sengaja” menuntun bangsa itu untuk menyimpang (jalan
melalui padang gurun), menuju Laut Teberau. Mengapa saya katakan “sengaja”
karena Allah sediri lah yang menjadi “guide”nya. Penggunaan tiang awan dan
tiang api sebagai penunjuk jalan bagi bangsa Israel dan juga sebagai alat Tuhan
untuk mengacaukan tentara Israel. Lalu ada juga meniup kedua nafiri perak (Bil.
10:11-28, 34).
Sejak keluar dari Mesir (Kel. 13:16-17) Allah menuntun umat
melalui tiang awan dan tiang api, juga melalui malaikat dan tabut-Nya. Malaikat
Tuhan ini berfungsi sebagai pelindung dan penuntun umat. Ada satu lagi cara
yang digunakan oleh Allah untuk menuntun umat-Nya, yaitu dengan “tabut
perjanjian Tuhan”. Memang bagaimana cara “tabut” itu dapat bergerak (dipikul
oleh manusia atau ditarik oleh lembu) itu tidak dijelaskan, tetapi yang harus
diperhatikan ialah bagaimana pengaruh kepemimpinannya yang ajaib.
Tiang awan
dan tiang api, malaikat, dan tabut
adalah tiga cara yang dipakai Tuhan untuk menuntun umat-Nya, untuk meyakinkan
mereka bahwa Ia sendiri ada di tengah-tengah mereka dan bahwa mereka bergerak
atau berhenti di tempat dan di jalan dan di saat yang dikehendaki Tuhan dan
yang tepat demi keselamatan mereka sendiri.
Kemah
Pertemuan dan Kemah Suci
Posisi kemah pertemuan berada di tengah-tengah semua orang
Israel dan jika Tuhan turun maka semua umat menyembah Dia dari depan kemah
masing-masing.
Keluaran
33: Tuhan dan Musa di Kemah Pertemuan
Ayat 1-6 Ayat 12-17
Tuhan tidak lagi berjalan Musa berdoa untuk umat
di tengah umat
Pasal
32 Pasal 33:18-23
Umat menyangkal Allah memperlihatkan
Tuhan Lembu Emas kemuliaan kepada Musa
Kita harus memperhatikan posisi dimana kemah itu
ditempatkan. Pertama, mengapa “di
luar perkemahan” (Kel. 33:7)? Jawaban itu dapat di temukan dalam Kel. 32-34,
dimana Tuhan yang MahaKudus itu tidak mungkin dapat bergabung di tengah-tengah
bangsa yang tegar tengkuk. Tapi hal itu tidak berarti bahwa Allah meninggalkan
umat-Nya.
Kedua,
Tuhan menyertai umat-Nya menurut perkenanan-Nya sendiri, pada waktu-waktu dan
di tempat yang dipilih-Nya sendiri. Jika kita langsung menyoroti pertemuan
antara Allah dengan Musa, menjadi contoh bahwa pertemuan itu dapat terjadi
sesuai dengan kehendak Allah.
Ketiga, kemah
ini menjadi tempat pertemuan dengan Musa. Dalam fenomena ini Musa sangat beruntung
sekali, karena di tengah keterbatasannya ia dapat berkomunikasi dengan Allah
seperti seorang sahabat. Musa mendapat kasih karunia Tuhan (Kel. 33:12, 13, 16,
17, 19!).
Keempat, di Kemah Pertemuan ini Tuhan berkenan menampakkan
kemuliaan-Nya. Berdasarkan poin-poin sebelumnya kita akan berpandangan bahwa
Allah orang Israel ialah Allah yang “eksklusif”, yang memberikan jarak bagi
umat-Nya. Padahal justru sebaliknya, yaitu bahwa Allah menyatakan sebuah kasih
karunia yang berlimpah-limpah.
Penyingkapan-Diri Allah
Penyingkapan-Diri: Dasar Penyingkapan
Dalam Perjanjian Lama
Di
dalam PL Allah menyingkapan diri-Nya melalui kejadian-kejadian melalui perantaraan
para nabi-Nya. Apa alasan Allah perlu menyingkapkan diri-Nya? Karena bangsa
Israel akan sangat kesulitan untuk mengerti maksud dan tujuan Tuhan. Selain itu
ada maksud lain mengapa Allah harus menyingkapkan diri-Nya, karena itu
menggambarkan sebuah hubungan antara Allah dan umat-Nya. Penyingkapan diri
Allah ini juga sebagai perwujudan sifat Allah yang ingin memulihkan kembali
hubungan antara Allah dan umat-Nya yang sempat rusak karena ketidaktaatan Adam.
Di dalam Kejadian 3:9 menggambarkan bahwa Allah menyatakan diri-Nya bukan dalam
rangka ingin mendapatkan laporan tentang keberadaan Adam dan Hawa, tetapi Allah
ingin menunjukkan kasih setia-Nya kepada mereka.
Contoh-Contoh Utama Penyingkapan-Diri
Allah
1. KEJADIAN 12. Inti pusatnya ialah ketika Allah memanggil
Abraham. Di awali dengan sebuah perintah, dan Allah tidak mengidentifikasikan
diri-Nya. Lalu pada ayat berikutnya diikuti dengan janji berkat. Janji berkat
yang Allah berikan bukan hanya untuk Abraham saja, melainkan di tujukan kepada
seluruh bangsa. Dengan peristiwa ini kita dapat mengerti bahwa Allah
menggunakan sebuah hubungan yang baik untuk memberkati semua bangsa.
2. KEJADIAN 15 DAN 17. Dalam pasal ini kita akan melihat janji
Allah kepada Abraham secara formal dan tidak berlaku hanya untuk sementara,
melainkan untuk turun-temurun. Jika dalam pasal 12 kita tidak menemukan
identifikasi diri Allah, kita dapat menemukannya dalam 17:1, di mana terdapat
kata El Shaddai (meskipun tidak ada satu kesepakatan
tentang asal-usul nama itu, tetapi bisa diartikan sebagai pernyataan
kemahakuasaan Allah di tengah-tengan manusia yang terbatas). Lalu berikutnya
Allah mengidentifikasikan syarat agar hubungan yang baik itu terjaga, yaitu
dengan hidup tidak bercela (17:1). Sebuah janji yang abadi itu ditandai dengan
sunat jasmani (ayat 10).
Pengungkapan nama Allah yang diberikan kepada Abraham
merupakan hal yang penting. Sama halnya dalam keadaan kita di jaman sekarang
yang memiliki pengertian tentang pentingnya arti sebuah nama, di mana nama itu
menggambarkan watak orangnya. Ketika manusia sudah mengenali nama Allah, maka
itu mempermudah untuk berkomunikasi dengan-Nya.
3. KEJADIAN 28:13. Tentang arti nama Allah dalam Kejadian 28
terlihat pada saat Yakub mendapatkan mimpi tentang sebuah tangga yang tingginya
sampai ke tempat Allah berada. Dalam kasus ini, Allah memberikan sebuah
informasi tentang diri-Nya kepada Yakub, yaitu bahwa Ia adalah Allah dari
ayahnya dan kakeknya. Cara yang Allah gunakan ini memang sangat menarik. Karena
disaat Allah lain mengidentifikasikan dirinya dengan sebuah tempat, tetapi
Allah justru dengan orang-orang-Nya, peristiwa, dan berkat (tanah).
4. KELUARAN 3. Dalam ayat 2 Allah menampakkan diri-Nya sebagai
‘Malaikat TUHAN’. Kemudian dalam ayat 13 Musa bertanya tentang nama apa yang
akan dia berikan kepada bani Israel. Melalui pertanyaan itu kita dapat melihat
sebuah usaha dari Musa yang ingin mengenal Allah yang sudah menjadi Allah dari
nenek moyangnya. Jawaban Allah adalah: AKU ADALAH AKU, atau AKU ADALAH YANG AKU
YANG ADA. Menurut Barth, hal ini menggambarkan sebuah kebebasan yang Allah
miliki dalam menyingkapkan diri-Nya. Meskipun tadinya kita menemukan dalam Kel.
3:12 di sana ada janji Allah tentang kehadiran-Nya. Berdasarkan pada penafsiran
LXX tentang ayat ini yang paling tepat ialah ‘AKU ADALAH AKU YANG ADA’. Ini
adalah sebuah pernyataan yang sangat jelas, bahwa keberadaan-Nya sangat identik
dengan hakikat-Nya. Menurut pandangan Vriezen hal itu bukanlah sebagai sikap
Allah yang mau menghindarkan diri, tetapi justru menjadi jaminan bahwa Allah
itu selalu ada. Jadi, terjemahan yang paling tepat adalah, ‘Aku akan di sana
seperti aku ada di sini’ atau ‘Aku ada di sini untukmu.’ Menurut saya peristiwa
ini adalah gambaran bahwa Allah ingin menunjukkan kebebasan yang Ia miliki dan
kedaulatan-Nya yang dahsyat. Saya akan menggunakan terjemahan yang digunakan
dalam penafsiran LXX.
5. KELUARAN 6:1-2. Dalam ayat ini kita menemukan ungkapan diri
Allah dalam kata El Shaddai dan Yahweh. Melalui ungkapan nama ini sebenarnya
bukan Allah ingin merepotkan orang dengan nama yang baru, tapi ingin
memberitahukan kepada manusia tentang kehadiran-Nya. Nama Yahweh berarti Allah
yang mengadakan perjanjian, Allah yang menopang hubungan yang lestari
(harmonis) dengan umat-Nya. Berdasarkan arti nama Yahweh ini dapat kita tarik
kesimpulan bahwa Allah ingin menunjukkan kepada bangsa Israel bahwa Ia adalah
Allah yang selalu menopang dan mengingat janji-Nya.
6. KELUARAN 19:3 DAN 20:1-2. Dalam 19:4 di sini Allah
memberikan sebuah penegasan bahwa ada cara pernyataan diri Allah yang berubah,
semula dari komunikasi secara langsung menjadi penyingkapan diri melalui
tindakan-tindakan.
7. KELUARAN 33:18-23. Dalam ayat ini, Allah tidak sedang
memberikan sebuah penolakan kepada Musa untuk menunjukkan diri-Nya, tetapi itu
karena dosa manusia yang menjadi penghalang (ay. 20). Dalam part ini Allah
sedang menggunakkan metode yang baru, yaitu dengan sifat-sifat-Nya. Karena
keterbatasan manusia yang disebabkan oleh dosa, maka Allah harus dengan sabar
menuntun bangsa itu, dan menunjukkan kemuliaan-Nya dengan cara yang dimengerti
oleh mereka.
8. KELUARAN 34:5-10. Di sini Allah ingin menunjukkan bahwa Ia
adalah Allah yang tidak pernah berubah kasih setia-Nya, dan kehadiran-Nya yang
tidak terbatas. Hal itu memberikan arti sebuah hukuman / penghakiman terhadap
orang yang bersalah. Pada bagian ini juga menyingkapan sebuah hubungan yang
unik antara Allah dan Musa, di mana suatu kali Allah mendeskripsikan watak Musa
(berarti bahwa Allah mengenal Musa). Pertemuan Musa dengan Allah hanyalah
dengan memperlihatkan bentuk saja, bukan dari bentuk wajah-Nya.
9. PENYINGKAPAN-DIRI SELANJUTNYA. Penyingkapan-diri Allah terus
berlanjut sepanjang Perjanjian Lama. Seperti dalam I Sam. 3:10-14, Allah memanggil
Samuel. Dalam Yes. 6:1-5, Allah memanggil Yesaya menjadi nabi.
Sifat-Dasar Allah
Sarana Penyingkapan
Keberadaan
Allah menyingkapkan dalam kejadian dan tempat tertentu, meskipun tidak
selama-lamanya dalam tempat tertentu itu.
1. MALAIKAT TUHAN. Berdasarkan arti dalam Bahasa Ibraninya
berarti utusan, dan itu berarti bahwa berbeda dengan Allah. Dan kehadiran Allah
itu memberikan suasana kehadiran Allah yang bersifat
melindungi atau menakutkan, sehingga kehadiran Allan dan utusan Allah.
2. WAJAH ALLAH. Wajah Tuhan ini tidak berarti benar-benar
sebuah wajah yang berbentuk, dapat dilihat. Tetapi menggambarkan kehadiran-Nya
sehingga ketika Allah menyembunyikan wajah-Nya maka akan ada penderitaan dan
kesusahan. Dan sebaliknya, jika wajah Tuhan menyinari seseorang maka orang itu
akan mengalami berkat.
3. KEMULIAAN TUHAN. Jika kemuliaan manusia di nilai dengan
hartanya, tetapi kemuliaan Tuhan di gambarkan atau di samakan dengan
‘kekudusan’. Ketika Allah berjanji akan memperlihatkan kemuliaan-Nya kepada
Musa itu berarti Allah memperlihatkan pemeliharaan-Nya atas bangsa Israel.
4. ANTROPOMORFISME. Antropomorfisme yang berarti 'dari bentuk manusia. "Ini adalah
kombinasi dari kata Yunani untuk "manusia" (ἄνθρωπος /
anthropos) dan "bentuk eksternal" (μορφή / morphe).
Dalam ilmu pengetahuan dan filsafat, istilah ini digunakan ketika karakteristik manusia dan pertimbangan nilai yang dikaitkan dengan makhluk non-manusia (hewan, tumbuhan, dewa) atau hal-hal. Dalam ilmu pengetahuan modern umumnya diasumsikan bahwa cara berpikir yang salah.
The robot humanoid Asimo terlihat seperti astronot
Contohnya adalah: kuda mulia, "yang" serigala berani ', yang' tak tersentuh Gunung Everest ". Berdasarkan pengertian ini dapat dikaitkan dengan bagaimana cara Allah menyebutkan diri-Nya dengan istilah-istilah manusiawi, seperti Allah berfirman, bercakap-cakap, mendengar, melihat, mencium, dsb. Pada saat Allah mengambil istilah-istilah manusiawi itu memberikan arti bahwa Allah mau terlibat dalam kehidupan umat-Nya, memang tetap dalam batasannya. Dan penyingkapan ini mengacu kepada inkarnasi. Lalu, antropomorfisme berbicara mengenai penciptaan manusia menurut gambar Allah dan keinginan Allah untuk bersekutu dan berhubungan dengan kita. Bukti yang jelas ialah Allah selalu membuat titik temu supaya bisa berkomunikasi dengan manusia. Hasilnya untuk kita di jaman modern ini ialah kita jadi kaya akan pengenalan pada Allah. Karena Allah selalu bisa di temui dan tetap dalam kemuliaan-Nya.
Dalam ilmu pengetahuan dan filsafat, istilah ini digunakan ketika karakteristik manusia dan pertimbangan nilai yang dikaitkan dengan makhluk non-manusia (hewan, tumbuhan, dewa) atau hal-hal. Dalam ilmu pengetahuan modern umumnya diasumsikan bahwa cara berpikir yang salah.
The robot humanoid Asimo terlihat seperti astronot
Contohnya adalah: kuda mulia, "yang" serigala berani ', yang' tak tersentuh Gunung Everest ". Berdasarkan pengertian ini dapat dikaitkan dengan bagaimana cara Allah menyebutkan diri-Nya dengan istilah-istilah manusiawi, seperti Allah berfirman, bercakap-cakap, mendengar, melihat, mencium, dsb. Pada saat Allah mengambil istilah-istilah manusiawi itu memberikan arti bahwa Allah mau terlibat dalam kehidupan umat-Nya, memang tetap dalam batasannya. Dan penyingkapan ini mengacu kepada inkarnasi. Lalu, antropomorfisme berbicara mengenai penciptaan manusia menurut gambar Allah dan keinginan Allah untuk bersekutu dan berhubungan dengan kita. Bukti yang jelas ialah Allah selalu membuat titik temu supaya bisa berkomunikasi dengan manusia. Hasilnya untuk kita di jaman modern ini ialah kita jadi kaya akan pengenalan pada Allah. Karena Allah selalu bisa di temui dan tetap dalam kemuliaan-Nya.
Watak Allah
1. ALLAH ADALAH PRIBADI. Allah adalah seorang pribadi karena
memberi nama kepada diri-Nya sendiri. Hal itu di maksudkan supaya Allah bisa
menjalin persekutuan dengan umat-Nya. Dan dengan memberikan nama kepada
diri-Nya sendiri itu menekankan kepada tiga hal: pertama, menandakan pada
kehadiran Allah di tengah-tengan umat-Nya. Kedua, penggunaan nama Allah ini juga menggambarkan sifat penyertaan Allah
yang dinamis. Artinya, memberikan sebuah gambaran pemeliharaan yang
berbeda-beda tiap jamannya, yang akhirnya dapat dikaitkan dengan hubungan
antara Allah dengan umat-Nya. Seperti “El”, yang seringkali dipakai dengan nama
El Shaddai (Mahakuasa), El Alion (Mahatinggi), El Olam (Kekelan Allah), El Roeh
(Allah yang melihat). Dan juga Elohim. “Yahweh”. Ini merupakan nama sebutan
bagi Allah Israel, yang dipakai untuk membedakan antara Allah bangsa Israel
dengan nama allah dari bangsa lain. “Tuhan Sabaoth” (Tuhan Semesta Alam). Acuan
nama ini terdapat dalam 1 Samuel 17:45. Penggunaan nama ini ingin mengungkapkan
kekuasaan Allah dan kekuatan-Nya. “Melek” (Raja). Berdasarkan Kel. 15:18 disana
menyatakan tentang Tuhan yang memerintah untuk selama-lamanya.
2. ALLAH ADALAH ROH. Topik ini adalah topik yang sangat
tidak menarik jika kita menggalinya dalam Perjanjian Lama. Mengapa? Karena
dalam Perjanjian Lama tidak menekankan nama Allah berdasarkan “karakter” Allah
bukanlah sifat Allah sebagai roh. Di mana arti roh sendiri yang ditekankan
dalam Perjanjian Lama ialah angin, napas. Tetapi kemudian pengertian Allah
adalah roh mulai diterima dalam Perjanjian Lama. Ia adalah sumber kehidupan
(Mzm. 36:9); Ia tidak tertidur (Mzm. 121:4); Ia melihat hati (1 Sam. 16:7); dan
tidak akan ada ungkapan yang bersifat membatasi dan kebendaan tentang Dia (Kel.
20:4). Ia melebihi segala makhluk (Yes. 31:3), sangat berbeda dengan manusia
(Hos. 11:9).
3. ALLAH ITU ESA: MONOTEISME. Pengertian tentang monoteisme
ini tidak dapat kita lihat dalam permulaan sejarah Israel dan juga tidak dapat
kita temukan dalam jaman para leluhur. Kemudian kita akan menemukan tentang
monotoisme yaitu pada jaman Musa. Di mana Musa memberitahukan pada umatnya
bahwa tidak ada Allah yang lain selain Tuhan. Pemberitaan tentang Allah yang
berkuasa ini berdasarkan oleh pengalaman yang mereka alami. Seperti yang
dialami oleh Daud, dan juga yang bangsa Israel alami dan yang meliputi sejarah
bangsa mereka (Ul. 33:27). Berdasarkan hal-hal ini dan kejadian-kejadian
berikutnya kita dapat mencocokan pemahaman monoteisme. Sehingga semua hal yang
bukan Allah Israel merupakan sebuah kebodohan.
Karakter dan Kegiatan Allah
Seperti yang sudah sangat jelas dilihat dalam contoh-contoh sebelumnya
tentang karakteristik atau penyertaan Allah yang unik yang ditunjukkan melalui
perbuatan-perbuatan-Nya (Mzm. 107:8, 15, 21, 31). Berdasarkan
perbuatan-perbuatan yang Allah lakukan kita dapat mengenal Allah. Pemahaman
tentang sifat Allah ini memang bukanlah hal yang boleh diabaikan, karena
melalui pengenalan kita tentang sifat Allah inilah kita dapat melihat
ketunggalan kekuasaan Allah.
1.
Kekuasaan Allah
Kekuasaan yang Allah tunjukkan bukan sebuah kekuasaan yang semena-mena
ditunjukkan. Karena kekuasaan Allah ini ditunjukkan dari kesaksian yang
diberikan oleh umat Allah yang menyasksikan perbuatan-perbuatan Allah.
Berikutnya dibahas tentang kekuasaan Allah yang dahsyat. Konotasi kekuasaan Allah dipandang sebagai sebuah hukuman
atau berkat. Karena kekuasaan Allah itu sendiri ditunjukkan dalam konteks
moral, seperti dalam Kej. 28:17; Yes. 10:33; Yer. 20:11; Mzm. 59:14; Ul. 29:28.
Berikutnya kekuasaan Allah dalam konteks kecemburuan
Allah. Kecemburuan Allah ini artinya ialah “cemburu” atau “gairah”. Dan
tidak bisa diartikan sebuah kesombongan Allah, karena dalam cemburu-Nya ialah
sebagai sebuah tindakan yang menyatakan ketidaksukaan Allah terhadap allah
pengganti (berhala). Dan kecemburuan Allah juga kepada sebuah penyelewengan
yang sengaja dilakukan dari perjanjian.
2.
Kekudusan Allah
Kekudusan Allah ini merupakan penekenan yang paling inti dari kekuasaan
Allah. Karena kudus itu sendiri memiliki arti “dikhususkan” atau “dipisahkan”. Di
daerah Timur Dekat konsep kekudusan ini diterapkan dalam kekuatan-kekuatan alam
yang dianggap dikhususkan, sehingga banyak orang yang menganggap adanya tempat
atau benda-benda kudus. Berdasarkan konsep ini yang dihasilkan ialah perasaan
ketakutan. Pengertian tentang kekudusan ini akan sangat semakin dimengerti saat
kita membaca dalam Perjanjian Lama, karena kekudusan ini dikaitkan dengan Allah
itu sendiri baru kemudian. Ketika pada Musa Allah menyatakan kekudusan ini
dinyatakan dengan sebuah tempat (Kel. 3:5). Dan kesadaran akan kekudusan ini
bukanlah sebuah rasa ketakutan, melainkan sebuah perasaan kekaguman. Dan yang
terakhir, kekudusan Allah ini juga di gambarkan sebagai hubungan antara Allah
dengan umat-Nya.
3.
Kebenaran Allah
Kebenaran ini berhubungan erat dengan kekudusan. Karena kekudusan itu
menggambarkan sebuah sikap yang sesuai dengan norma. Dan yang penting ialah
kebenaran ini dapat dijalankan oleh semua orang, karena hal-hal itu dapat
dijalankan dengan aktivitas harian. Kebenaran adalah kekudusan yang sedang
bertindak, menjadikannya nyata, menciptakan dari ketiadaan. Keadilan ini pun
merupakan sebuah ungkapan hubungan antara manusia dengan Allah (1 Sam. 12:7).
Dengan bentuk apapun Allah menunjukkan keadilan-Nya kita harus memberikan
sebuah “patokan” tentang kebenaran, yaitu keadilan Allah pada saat menetapkan
umat-Nya dalam perjanjian. Kebenaran yang berikutnya menuju pada sebuah
menyamakan diri kepada Allah yang di mana ini menjadi prinsip dasar di
Perjanjian Lama. Keadilan Allah juga digambarkan dengan dua konsep. Pertama
ialah konsep penghakiman Allah. Dalam
penghakiman ini keadilan ditujukkan untuk memulihkan nama baik seseorang atau
sebuah penebusan. Untuk itulah penghakiman ini memberikan pemulihan dan
penghukuman. Konsep kedua ialah murka Allah.
Murka Allah ini bukanlah sebuah hal yang spontan dan tidak dapat dihindarkan.
Murka Allah adalah sebuah respon Allah terhadap ketidaksukaan Allah terhadap
sebuah kejahatan karena Allah adalah Kudus. Murka Allah ini juga dapat
dihindarkan jika kita diberikan sebuah kemurahan Allah.
4.
Kemurahan dan Kasih Allah
Arti pokok dari kemurahan ialah kekuatan (Mzm. 144:2). Kata-kata ini jika
dihubungkan dengan hubungan antara manusia dengan Allah maka akan terlihat
kemurahan yang Allah berikan bukan berasal dari kebaikan yang manusia sudah
lakukan. Menurut bapak leluhur kemurahan Allah menunjukkan kesetiaan Allah atas
janji-Nya. Kasih yang Allah berikan adalah kasih yang panjang sabar karena
kemurahan dan kasih-Nya dapat melebihi murka-Nya (Mzm. 30:6) meskipun memang
tetap akan ada batas-batasannya (Nah. 1:3; Kel. 34:7). Penyingkapan Perjanjian
Lama tentang kemurahan Allah yang menebus (Mazmur 86:5) banyak berperan dalam
menanti-nantikan pemahaman Perjanjian Baru yang luar biasa mengenai kasih agape
yang diungkapkan secara sempurna di dalam Yesus Kristus (I Yohanes 4:9-10).
Sumber: Kompilasi Tema-Tema PL, Teologi Perjanjian Lama 1 (Barth), dan http://nl.wikipedia.org/wiki/Antropomorfisme