Minggu, 31 Mei 2015

Teologi Perjanjian Lama (TEOPHANI)

TEOPHANI






ALLAH MENYERTAI UMATNYA
Pemandangan yang dapat kita lihat saat membaca Kitab PL ialah, tentang Allah yang kejam dan Allah yang selalu menyertai umat-Nya dengan cara-cara yang ajaib. Hal-hal yang Allah berikan sebagai bukti bahwa Allah menyertai umat-Nya ialah seperti tiang awan dan tiang api (menggambarkan kehadiran Allah yang konsisten di siang dan malam), Kemah Suci (sebagai tempat bertemu antara Allah dan Musa), dan juga dalam pelayanan yang Musa dan Harun lakukan. Penyertaan Allah pada Israel di padang gurun adalah salah satu yang paling dapat kita kenali. Saat itu Allah yang “menghampiri” umat-Nya sehingga mereka dapat berjalan dan berhenti di tempat-tempat tertentu. Mengapa Allah mau “repot” melakukan hal seperti itu? Seolah-olah Allah tidak dapat melakukannya dari kejauhan! Hal itu di karenakan sifat umat-Nya yang “melihat dulu baru percaya”.
Ternyata penyertaan Allah ini sebagai pembuktian bahwa Allah yang menciptakan bumi dan isinya (khususnya manusia) tidak membiarkan semua itu berjalan dengan sendirinya, tetapi juga memeliharanya. Hal berikutnya yang menjadi bukti penyertaan Allah ialah adanya penyebutan nama Allah dalam persitiwa Keluaran. Ada beberapa hal yang harus disoroti tentang penyertaan Allah bagi bangsa Israel di padang gurun.
Yang pertama. Yaitu tentang padang gurun. Seperti yang kita ketahui sampai sekarang padang gurun bukanlah tempat yang meng’asyik’kan untuk di singgahi. Singgah saja tidak apalagi untuk ditempati. Padang gurun juga di samakan dengan luar angkasa, samudera yang luas dan dalam, dan dunia ‘maut’. Berdasarkan persamaan ini menunjukkan juga bahwa padang gurun merupakan tempat yang tidak di sukai Allah.
Yang kedua. Kehadiran Allah. Yang sangat aneh memang terletak pada perlakuan Allah yang sangat spesial, yaitu seperti menganggap sebagai “anak” kesayangan Tuhan. Dan semakin aneh ialah ketika pengakuan itu bukan karena “attitude” bangsa Israel yang baik, tapi malah di juluki “bangsa yang tegar tengkuk”. Dan Allah juga diibaratkan sebagai Gembala yang diharapkan dapat membawa kawanan dombanya ke tempat yang berair.

Tiang Api dan Awan, Malaikat dan Tabut
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa Allah tidak meninggalkan umat-Nya. Ada pernyataan “TUHAN yang ada di tengah-tengah kamu” (Bil. 11:20; 14:14; 23:21). Tetapi kehadiran itu tidak bisa dijadikan pegangan satu-satunya. Sebab orang Israel sempat meragukan, “Adakah TUHAN di tengah-tengah kita atau tidak?” (Kel. 17:7). Dan ada juga peringatan dari Musa, “TUHAN tidak ada di tengah-tengahmu” (Bil. 14:42). Jika bingung seperti inilah gambarannya, Allah “sengaja” menuntun bangsa itu untuk menyimpang (jalan melalui padang gurun), menuju Laut Teberau. Mengapa saya katakan “sengaja” karena Allah sediri lah yang menjadi “guide”nya. Penggunaan tiang awan dan tiang api sebagai penunjuk jalan bagi bangsa Israel dan juga sebagai alat Tuhan untuk mengacaukan tentara Israel. Lalu ada juga meniup kedua nafiri perak (Bil. 10:11-28, 34).
Sejak keluar dari Mesir (Kel. 13:16-17) Allah menuntun umat melalui tiang awan dan tiang api, juga melalui malaikat dan tabut-Nya. Malaikat Tuhan ini berfungsi sebagai pelindung dan penuntun umat. Ada satu lagi cara yang digunakan oleh Allah untuk menuntun umat-Nya, yaitu dengan “tabut perjanjian Tuhan”. Memang bagaimana cara “tabut” itu dapat bergerak (dipikul oleh manusia atau ditarik oleh lembu) itu tidak dijelaskan, tetapi yang harus diperhatikan ialah bagaimana pengaruh kepemimpinannya yang ajaib.
Tiang awan dan tiang api, malaikat, dan tabut adalah tiga cara yang dipakai Tuhan untuk menuntun umat-Nya, untuk meyakinkan mereka bahwa Ia sendiri ada di tengah-tengah mereka dan bahwa mereka bergerak atau berhenti di tempat dan di jalan dan di saat yang dikehendaki Tuhan dan yang tepat demi keselamatan mereka sendiri.

Kemah Pertemuan dan Kemah Suci
Posisi kemah pertemuan berada di tengah-tengah semua orang Israel dan jika Tuhan turun maka semua umat menyembah Dia dari depan kemah masing-masing.
Keluaran 33: Tuhan dan Musa di Kemah Pertemuan
                   Ayat 1-6                                Ayat 12-17
        Tuhan tidak lagi berjalan         Musa berdoa untuk umat
                di tengah umat                                            
                   Pasal 32                           Pasal 33:18-23
             Umat menyangkal             Allah memperlihatkan
            Tuhan Lembu Emas          kemuliaan kepada Musa

Kita harus memperhatikan posisi dimana kemah itu ditempatkan. Pertama, mengapa “di luar perkemahan” (Kel. 33:7)? Jawaban itu dapat di temukan dalam Kel. 32-34, dimana Tuhan yang MahaKudus itu tidak mungkin dapat bergabung di tengah-tengah bangsa yang tegar tengkuk. Tapi hal itu tidak berarti bahwa Allah meninggalkan umat-Nya.
Kedua, Tuhan menyertai umat-Nya menurut perkenanan-Nya sendiri, pada waktu-waktu dan di tempat yang dipilih-Nya sendiri. Jika kita langsung menyoroti pertemuan antara Allah dengan Musa, menjadi contoh bahwa pertemuan itu dapat terjadi sesuai dengan kehendak Allah.

Ketiga, kemah ini menjadi tempat pertemuan dengan Musa. Dalam fenomena ini Musa sangat beruntung sekali, karena di tengah keterbatasannya ia dapat berkomunikasi dengan Allah seperti seorang sahabat. Musa mendapat kasih karunia Tuhan (Kel. 33:12, 13, 16, 17, 19!).
Keempat, di Kemah Pertemuan ini Tuhan berkenan menampakkan kemuliaan-Nya. Berdasarkan poin-poin sebelumnya kita akan berpandangan bahwa Allah orang Israel ialah Allah yang “eksklusif”, yang memberikan jarak bagi umat-Nya. Padahal justru sebaliknya, yaitu bahwa Allah menyatakan sebuah kasih karunia yang berlimpah-limpah.

Penyingkapan-Diri Allah
Penyingkapan-Diri: Dasar Penyingkapan Dalam Perjanjian Lama

Di dalam PL Allah menyingkapan diri-Nya melalui kejadian-kejadian melalui perantaraan para nabi-Nya. Apa alasan Allah perlu menyingkapkan diri-Nya? Karena bangsa Israel akan sangat kesulitan untuk mengerti maksud dan tujuan Tuhan. Selain itu ada maksud lain mengapa Allah harus menyingkapkan diri-Nya, karena itu menggambarkan sebuah hubungan antara Allah dan umat-Nya. Penyingkapan diri Allah ini juga sebagai perwujudan sifat Allah yang ingin memulihkan kembali hubungan antara Allah dan umat-Nya yang sempat rusak karena ketidaktaatan Adam. Di dalam Kejadian 3:9 menggambarkan bahwa Allah menyatakan diri-Nya bukan dalam rangka ingin mendapatkan laporan tentang keberadaan Adam dan Hawa, tetapi Allah ingin menunjukkan kasih setia-Nya kepada mereka.

Contoh-Contoh Utama Penyingkapan-Diri Allah
1.     KEJADIAN 12. Inti pusatnya ialah ketika Allah memanggil Abraham. Di awali dengan sebuah perintah, dan Allah tidak mengidentifikasikan diri-Nya. Lalu pada ayat berikutnya diikuti dengan janji berkat. Janji berkat yang Allah berikan bukan hanya untuk Abraham saja, melainkan di tujukan kepada seluruh bangsa. Dengan peristiwa ini kita dapat mengerti bahwa Allah menggunakan sebuah hubungan yang baik untuk memberkati semua bangsa.
2.    KEJADIAN 15 DAN 17. Dalam pasal ini kita akan melihat janji Allah kepada Abraham secara formal dan tidak berlaku hanya untuk sementara, melainkan untuk turun-temurun. Jika dalam pasal 12 kita tidak menemukan identifikasi diri Allah, kita dapat menemukannya dalam 17:1, di mana terdapat kata El Shaddai (meskipun tidak ada satu kesepakatan tentang asal-usul nama itu, tetapi bisa diartikan sebagai pernyataan kemahakuasaan Allah di tengah-tengan manusia yang terbatas). Lalu berikutnya Allah mengidentifikasikan syarat agar hubungan yang baik itu terjaga, yaitu dengan hidup tidak bercela (17:1). Sebuah janji yang abadi itu ditandai dengan sunat jasmani (ayat 10).
Pengungkapan nama Allah yang diberikan kepada Abraham merupakan hal yang penting. Sama halnya dalam keadaan kita di jaman sekarang yang memiliki pengertian tentang pentingnya arti sebuah nama, di mana nama itu menggambarkan watak orangnya. Ketika manusia sudah mengenali nama Allah, maka itu mempermudah untuk berkomunikasi dengan-Nya.
3.    KEJADIAN 28:13. Tentang arti nama Allah dalam Kejadian 28 terlihat pada saat Yakub mendapatkan mimpi tentang sebuah tangga yang tingginya sampai ke tempat Allah berada. Dalam kasus ini, Allah memberikan sebuah informasi tentang diri-Nya kepada Yakub, yaitu bahwa Ia adalah Allah dari ayahnya dan kakeknya. Cara yang Allah gunakan ini memang sangat menarik. Karena disaat Allah lain mengidentifikasikan dirinya dengan sebuah tempat, tetapi Allah justru dengan orang-orang-Nya, peristiwa, dan berkat (tanah).
4.    KELUARAN 3. Dalam ayat 2 Allah menampakkan diri-Nya sebagai ‘Malaikat TUHAN’. Kemudian dalam ayat 13 Musa bertanya tentang nama apa yang akan dia berikan kepada bani Israel. Melalui pertanyaan itu kita dapat melihat sebuah usaha dari Musa yang ingin mengenal Allah yang sudah menjadi Allah dari nenek moyangnya. Jawaban Allah adalah: AKU ADALAH AKU, atau AKU ADALAH YANG AKU YANG ADA. Menurut Barth, hal ini menggambarkan sebuah kebebasan yang Allah miliki dalam menyingkapkan diri-Nya. Meskipun tadinya kita menemukan dalam Kel. 3:12 di sana ada janji Allah tentang kehadiran-Nya. Berdasarkan pada penafsiran LXX tentang ayat ini yang paling tepat ialah ‘AKU ADALAH AKU YANG ADA’. Ini adalah sebuah pernyataan yang sangat jelas, bahwa keberadaan-Nya sangat identik dengan hakikat-Nya. Menurut pandangan Vriezen hal itu bukanlah sebagai sikap Allah yang mau menghindarkan diri, tetapi justru menjadi jaminan bahwa Allah itu selalu ada. Jadi, terjemahan yang paling tepat adalah, ‘Aku akan di sana seperti aku ada di sini’ atau ‘Aku ada di sini untukmu.’ Menurut saya peristiwa ini adalah gambaran bahwa Allah ingin menunjukkan kebebasan yang Ia miliki dan kedaulatan-Nya yang dahsyat. Saya akan menggunakan terjemahan yang digunakan dalam penafsiran LXX.
5.    KELUARAN 6:1-2. Dalam ayat ini kita menemukan ungkapan diri Allah dalam kata El Shaddai dan Yahweh. Melalui ungkapan nama ini sebenarnya bukan Allah ingin merepotkan orang dengan nama yang baru, tapi ingin memberitahukan kepada manusia tentang kehadiran-Nya. Nama Yahweh berarti Allah yang mengadakan perjanjian, Allah yang menopang hubungan yang lestari (harmonis) dengan umat-Nya. Berdasarkan arti nama Yahweh ini dapat kita tarik kesimpulan bahwa Allah ingin menunjukkan kepada bangsa Israel bahwa Ia adalah Allah yang selalu menopang dan mengingat janji-Nya.
6.    KELUARAN 19:3 DAN 20:1-2. Dalam 19:4 di sini Allah memberikan sebuah penegasan bahwa ada cara pernyataan diri Allah yang berubah, semula dari komunikasi secara langsung menjadi penyingkapan diri melalui tindakan-tindakan.
7.    KELUARAN 33:18-23. Dalam ayat ini, Allah tidak sedang memberikan sebuah penolakan kepada Musa untuk menunjukkan diri-Nya, tetapi itu karena dosa manusia yang menjadi penghalang (ay. 20). Dalam part ini Allah sedang menggunakkan metode yang baru, yaitu dengan sifat-sifat-Nya. Karena keterbatasan manusia yang disebabkan oleh dosa, maka Allah harus dengan sabar menuntun bangsa itu, dan menunjukkan kemuliaan-Nya dengan cara yang dimengerti oleh mereka.
8.    KELUARAN 34:5-10. Di sini Allah ingin menunjukkan bahwa Ia adalah Allah yang tidak pernah berubah kasih setia-Nya, dan kehadiran-Nya yang tidak terbatas. Hal itu memberikan arti sebuah hukuman / penghakiman terhadap orang yang bersalah. Pada bagian ini juga menyingkapan sebuah hubungan yang unik antara Allah dan Musa, di mana suatu kali Allah mendeskripsikan watak Musa (berarti bahwa Allah mengenal Musa). Pertemuan Musa dengan Allah hanyalah dengan memperlihatkan bentuk saja, bukan dari bentuk wajah-Nya.
9.    PENYINGKAPAN-DIRI SELANJUTNYA. Penyingkapan-diri Allah terus berlanjut sepanjang Perjanjian Lama. Seperti dalam I Sam. 3:10-14, Allah memanggil Samuel. Dalam Yes. 6:1-5, Allah memanggil Yesaya menjadi nabi.


Sifat-Dasar Allah
Sarana Penyingkapan

Keberadaan Allah menyingkapkan dalam kejadian dan tempat tertentu, meskipun tidak selama-lamanya dalam tempat tertentu itu.
1.     MALAIKAT TUHAN. Berdasarkan arti dalam Bahasa Ibraninya berarti utusan, dan itu berarti bahwa berbeda dengan Allah. Dan kehadiran Allah itu memberikan suasana kehadiran Allah yang bersifat melindungi atau menakutkan, sehingga kehadiran Allan dan utusan Allah.
2.    WAJAH ALLAH. Wajah Tuhan ini tidak berarti benar-benar sebuah wajah yang berbentuk, dapat dilihat. Tetapi menggambarkan kehadiran-Nya sehingga ketika Allah menyembunyikan wajah-Nya maka akan ada penderitaan dan kesusahan. Dan sebaliknya, jika wajah Tuhan menyinari seseorang maka orang itu akan mengalami berkat.
3.    KEMULIAAN TUHAN. Jika kemuliaan manusia di nilai dengan hartanya, tetapi kemuliaan Tuhan di gambarkan atau di samakan dengan ‘kekudusan’. Ketika Allah berjanji akan memperlihatkan kemuliaan-Nya kepada Musa itu berarti Allah memperlihatkan pemeliharaan-Nya atas bangsa Israel.
4.    ANTROPOMORFISME. Antropomorfisme yang berarti 'dari bentuk manusia. "Ini adalah kombinasi dari kata Yunani untuk "manusia" (νθρωπος / anthropos) dan "bentuk eksternal" (μορφή / morphe).
Dalam ilmu pengetahuan dan filsafat, istilah ini digunakan ketika karakteristik manusia dan pertimbangan nilai yang dikaitkan dengan makhluk non-manusia (hewan, tumbuhan, dewa) atau hal-hal. Dalam ilmu pengetahuan modern umumnya diasumsikan bahwa cara berpikir yang salah.
The robot humanoid Asimo terlihat seperti astronot
Contohnya adalah: kuda mulia, "yang" serigala berani ', yang' tak tersentuh Gunung Everest ".
Berdasarkan pengertian ini dapat dikaitkan dengan bagaimana cara Allah menyebutkan diri-Nya dengan istilah-istilah manusiawi, seperti Allah berfirman, bercakap-cakap, mendengar, melihat, mencium, dsb. Pada saat Allah mengambil istilah-istilah manusiawi itu memberikan arti bahwa Allah mau terlibat dalam kehidupan umat-Nya, memang tetap dalam batasannya. Dan penyingkapan ini mengacu kepada inkarnasi. Lalu, antropomorfisme berbicara mengenai penciptaan manusia menurut gambar Allah dan keinginan Allah untuk bersekutu dan berhubungan dengan kita. Bukti yang jelas ialah Allah selalu membuat titik temu supaya bisa berkomunikasi dengan manusia. Hasilnya untuk kita di jaman modern ini ialah kita jadi kaya akan pengenalan pada Allah. Karena Allah selalu bisa di temui dan tetap dalam kemuliaan-Nya.

Watak Allah
1.     ALLAH ADALAH PRIBADI. Allah adalah seorang pribadi karena memberi nama kepada diri-Nya sendiri. Hal itu di maksudkan supaya Allah bisa menjalin persekutuan dengan umat-Nya. Dan dengan memberikan nama kepada diri-Nya sendiri itu menekankan kepada tiga hal: pertama, menandakan pada kehadiran Allah di tengah-tengan umat-Nya. Kedua, penggunaan nama Allah ini juga menggambarkan sifat penyertaan Allah yang dinamis. Artinya, memberikan sebuah gambaran pemeliharaan yang berbeda-beda tiap jamannya, yang akhirnya dapat dikaitkan dengan hubungan antara Allah dengan umat-Nya. Seperti “El”, yang seringkali dipakai dengan nama El Shaddai (Mahakuasa), El Alion (Mahatinggi), El Olam (Kekelan Allah), El Roeh (Allah yang melihat). Dan juga Elohim. “Yahweh”. Ini merupakan nama sebutan bagi Allah Israel, yang dipakai untuk membedakan antara Allah bangsa Israel dengan nama allah dari bangsa lain. “Tuhan Sabaoth” (Tuhan Semesta Alam). Acuan nama ini terdapat dalam 1 Samuel 17:45. Penggunaan nama ini ingin mengungkapkan kekuasaan Allah dan kekuatan-Nya. “Melek” (Raja). Berdasarkan Kel. 15:18 disana menyatakan tentang Tuhan yang memerintah untuk selama-lamanya.
2.    ALLAH ADALAH ROH. Topik ini adalah topik yang sangat tidak menarik jika kita menggalinya dalam Perjanjian Lama. Mengapa? Karena dalam Perjanjian Lama tidak menekankan nama Allah berdasarkan “karakter” Allah bukanlah sifat Allah sebagai roh. Di mana arti roh sendiri yang ditekankan dalam Perjanjian Lama ialah angin, napas. Tetapi kemudian pengertian Allah adalah roh mulai diterima dalam Perjanjian Lama. Ia adalah sumber kehidupan (Mzm. 36:9); Ia tidak tertidur (Mzm. 121:4); Ia melihat hati (1 Sam. 16:7); dan tidak akan ada ungkapan yang bersifat membatasi dan kebendaan tentang Dia (Kel. 20:4). Ia melebihi segala makhluk (Yes. 31:3), sangat berbeda dengan manusia (Hos. 11:9).
3.    ALLAH ITU ESA: MONOTEISME. Pengertian tentang monoteisme ini tidak dapat kita lihat dalam permulaan sejarah Israel dan juga tidak dapat kita temukan dalam jaman para leluhur. Kemudian kita akan menemukan tentang monotoisme yaitu pada jaman Musa. Di mana Musa memberitahukan pada umatnya bahwa tidak ada Allah yang lain selain Tuhan. Pemberitaan tentang Allah yang berkuasa ini berdasarkan oleh pengalaman yang mereka alami. Seperti yang dialami oleh Daud, dan juga yang bangsa Israel alami dan yang meliputi sejarah bangsa mereka (Ul. 33:27). Berdasarkan hal-hal ini dan kejadian-kejadian berikutnya kita dapat mencocokan pemahaman monoteisme. Sehingga semua hal yang bukan Allah Israel merupakan sebuah kebodohan.

Karakter dan Kegiatan Allah
Seperti yang sudah sangat jelas dilihat dalam contoh-contoh sebelumnya tentang karakteristik atau penyertaan Allah yang unik yang ditunjukkan melalui perbuatan-perbuatan-Nya (Mzm. 107:8, 15, 21, 31). Berdasarkan perbuatan-perbuatan yang Allah lakukan kita dapat mengenal Allah. Pemahaman tentang sifat Allah ini memang bukanlah hal yang boleh diabaikan, karena melalui pengenalan kita tentang sifat Allah inilah kita dapat melihat ketunggalan kekuasaan Allah.

1.     Kekuasaan Allah
Kekuasaan yang Allah tunjukkan bukan sebuah kekuasaan yang semena-mena ditunjukkan. Karena kekuasaan Allah ini ditunjukkan dari kesaksian yang diberikan oleh umat Allah yang menyasksikan perbuatan-perbuatan Allah. Berikutnya dibahas tentang kekuasaan Allah yang dahsyat. Konotasi kekuasaan Allah dipandang sebagai sebuah hukuman atau berkat. Karena kekuasaan Allah itu sendiri ditunjukkan dalam konteks moral, seperti dalam Kej. 28:17; Yes. 10:33; Yer. 20:11; Mzm. 59:14; Ul. 29:28. Berikutnya kekuasaan Allah dalam konteks kecemburuan Allah. Kecemburuan Allah ini artinya ialah “cemburu” atau “gairah”. Dan tidak bisa diartikan sebuah kesombongan Allah, karena dalam cemburu-Nya ialah sebagai sebuah tindakan yang menyatakan ketidaksukaan Allah terhadap allah pengganti (berhala). Dan kecemburuan Allah juga kepada sebuah penyelewengan yang sengaja dilakukan dari perjanjian.

2.    Kekudusan Allah
Kekudusan Allah ini merupakan penekenan yang paling inti dari kekuasaan Allah. Karena kudus itu sendiri memiliki arti “dikhususkan” atau “dipisahkan”. Di daerah Timur Dekat konsep kekudusan ini diterapkan dalam kekuatan-kekuatan alam yang dianggap dikhususkan, sehingga banyak orang yang menganggap adanya tempat atau benda-benda kudus. Berdasarkan konsep ini yang dihasilkan ialah perasaan ketakutan. Pengertian tentang kekudusan ini akan sangat semakin dimengerti saat kita membaca dalam Perjanjian Lama, karena kekudusan ini dikaitkan dengan Allah itu sendiri baru kemudian. Ketika pada Musa Allah menyatakan kekudusan ini dinyatakan dengan sebuah tempat (Kel. 3:5). Dan kesadaran akan kekudusan ini bukanlah sebuah rasa ketakutan, melainkan sebuah perasaan kekaguman. Dan yang terakhir, kekudusan Allah ini juga di gambarkan sebagai hubungan antara Allah dengan umat-Nya.

3.    Kebenaran Allah
Kebenaran ini berhubungan erat dengan kekudusan. Karena kekudusan itu menggambarkan sebuah sikap yang sesuai dengan norma. Dan yang penting ialah kebenaran ini dapat dijalankan oleh semua orang, karena hal-hal itu dapat dijalankan dengan aktivitas harian. Kebenaran adalah kekudusan yang sedang bertindak, menjadikannya nyata, menciptakan dari ketiadaan. Keadilan ini pun merupakan sebuah ungkapan hubungan antara manusia dengan Allah (1 Sam. 12:7). Dengan bentuk apapun Allah menunjukkan keadilan-Nya kita harus memberikan sebuah “patokan” tentang kebenaran, yaitu keadilan Allah pada saat menetapkan umat-Nya dalam perjanjian. Kebenaran yang berikutnya menuju pada sebuah menyamakan diri kepada Allah yang di mana ini menjadi prinsip dasar di Perjanjian Lama. Keadilan Allah juga digambarkan dengan dua konsep. Pertama ialah konsep penghakiman Allah. Dalam penghakiman ini keadilan ditujukkan untuk memulihkan nama baik seseorang atau sebuah penebusan. Untuk itulah penghakiman ini memberikan pemulihan dan penghukuman. Konsep kedua ialah murka Allah. Murka Allah ini bukanlah sebuah hal yang spontan dan tidak dapat dihindarkan. Murka Allah adalah sebuah respon Allah terhadap ketidaksukaan Allah terhadap sebuah kejahatan karena Allah adalah Kudus. Murka Allah ini juga dapat dihindarkan jika kita diberikan sebuah kemurahan Allah.

4.    Kemurahan dan Kasih Allah
Arti pokok dari kemurahan ialah kekuatan (Mzm. 144:2). Kata-kata ini jika dihubungkan dengan hubungan antara manusia dengan Allah maka akan terlihat kemurahan yang Allah berikan bukan berasal dari kebaikan yang manusia sudah lakukan. Menurut bapak leluhur kemurahan Allah menunjukkan kesetiaan Allah atas janji-Nya. Kasih yang Allah berikan adalah kasih yang panjang sabar karena kemurahan dan kasih-Nya dapat melebihi murka-Nya (Mzm. 30:6) meskipun memang tetap akan ada batas-batasannya (Nah. 1:3; Kel. 34:7). Penyingkapan Perjanjian Lama tentang kemurahan Allah yang menebus (Mazmur 86:5) banyak berperan dalam menanti-nantikan pemahaman Perjanjian Baru yang luar biasa mengenai kasih agape yang diungkapkan secara sempurna di dalam Yesus Kristus (I Yohanes 4:9-10).


Sumber: Kompilasi Tema-Tema PL, Teologi Perjanjian Lama 1 (Barth), dan http://nl.wikipedia.org/wiki/Antropomorfisme

Tidak ada komentar:

Posting Komentar